Well... Long time no seeeee...... *glomps* *kisses*
Here I am... Still in my work place, in my laboratory to be exact...
It's getting harder and harder to post, however I still have faith that I can catch up... Hehehe...
Hmm... So, what should I write now...?
My life has been in turnmoil recently... Not in a negative meaning, but my activities have been super duper crazzzzyyyy.... I even hard to have a nice chat with myself (eh?)
In a positive meaning... I had opportunities to learn many things at the same time.. Hehe...
I just have to hang on for a while in order to get the benefit...
Okay.. It's enough for a chitty chatty.. I'll try to post something later on...
My love for photography.. books.. mangas.. movies.. animes.. fandom.. This is my heaven...
Tuesday, 25 March 2014
Saturday, 4 January 2014
[2014 TBRR Reading Challenge] The Lovely Bones
Finally..!!! ^0^
My first book of this year...
Tantangan pertama telah terlalui... *throwing
confetti* *dancing in circles*
Yap! Baru saja aku menyelesaikan membaca satu buku dari
daftar tumpukan buku yang merupakan reading
challenge-ku... Aku sudah pernah membaca buku ini sebelumnya, namun entah
mengapa terasa berat dan akhirnya terbengkalai begitu saja, menumpuk, berdebu
di sudut kamar kos-ku *yeah, I’m
exagerrating.. I know :p*
Tapiii.... karena ini buku sudah masuk dalam TBRR Reading
Challenge... Maka mau-ga-mau, harus dituntaskan. Dan akhirnya... Berhasil!!! ^__^
Belum ada 5 menit berlalu semenjak aku menyelesaikan novel ini, semoga masih fresh bikin reviewnya...
Judul : The Lovely Bones (Tulang-tulang yang cantik)
Pengarang : Alice Sebold ©2002
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2010
(cetakan
kelima)
Genre : Novel Dewasa
The Story
Synopsis...
"Namaku Salmon, seperti nama ikan, dan nama depanku Susie. Umurku empat belas
saat aku dibunuh pada tanggal 6 Desember 1973.
Pertama kali kita bertemu Susie Salmon, dia sudah berada di
alam baka. Minggu-minggu pertama setelah kematiannya, Susie mengamati kehidupan
di Bumi terus berlanjut tanpa dirinya – teman-teman sekolahnya bergosip tentang
dirinya yang hilang, keluarganya tak henti berharap dia akan ditemukan,
pembunuhnya berusaha menutupi jejaknya. Ketika bulan demi bulan berlalu tanpa
petunjuk, Susie melihat pernikahan orangtuanya dikoyak oleh rasa duka akibat
kehilangan dirinya, adik perempuannya menguatkan perasaan agar bisa tetap
tegar, dan adik lelakinya masih berusaha memahami arti kata “meninggal”.
Ketika Susie melihat alam baka, tempat ini bagaikan tempat
impiannya. Segala yang diinginkannya bisa langsung diperolehnya – kecuali hal
paling diinginkannya: kembali ke Bumi, pulang ke pelukan orang-orang yang
dicintainya.
Seiring berjalannya waktu, Susie melihat dengan kerinduan dan
pemahaman yang makin bertambah bagaimana orang-orang yang dikasihinya
melanjutkan hidup dengan mengarungi duka yang makin lama makin terobati."
Sejatinya, novel ini tidak mengupas secara mendalam tentang
kasus pembunuhan Susie Salmon, namun lebih kepada unsur psikologis dari
orang-orang yang terkena imbas dari kematian Susie Salmon – keluarganya,
teman-temannya, keluarga teman-temannya. Bagaimana keluarga Susie manghadapi
kenyataan bahwa Susie hilang, dinyatakan mati dibunuh tanpa adanya jasad yang
ditemukan. Bagaimana teman-teman Susie merasakan kematian Susie begitu dekat
dan mempengaruhi jalan hidup mereka untuk selamanya. Bagaimana keluarga
teman-teman Susie juga mendapatkan dampak dari kematian Susie, walau tidak
pernah bertemu langsung dengan dia.
Novel ini mengisahkan perjalanan psikologis seseorang yang
merasa kehilangan orang yang dicintainya dengan cara yang tak normal, bagaimana
mereka menjalani masa-masa sulit, menghadapinya – ada yang perlu melarikan diri
terlebih dahulu dari kenyataan – kemudian move
on dan akhirnya menjalani kehidupan ‘normal’ yang bahagia pada akhirnya.
Novel ini juga mengisahkan suatu ikatan, yang saling
menghubungkan setiap tokoh pada cerita ini. Semuanya saling terkait satu-sama
lain, bagaikan dihubungkan oleh jaring laba-laba tak kasat mata – tak tampak
dengan jelas, namun ikatannya sangat kuat.
Ikatan inilah, serta emosi yang bertumbuh dan meliputinya,
yang menjadi daya tarik dari novel ini... lovely
bones yang saling terhubung satu-sama lain, dan pada akhirnya memberikan
suatu bentuk, hasil akhir yang indah... ^_^
Personal Note...
Overall, novel ini
bagus untuk dibaca... Berat, tapi sangat menarik. Seperti yang tadi sudah aku
ceritakan, bahwa awalnya aku udah baca namun karena rasanya topiknya berat, berhenti
di awal deh.
Namun, ketika aku memutuskan untuk membacanya lagi dari awal, aku jadi ga bisa
berhenti baca. Praktis buku ini aku bawa kemana saja. Semakin lama, semakin
buat aku penasaran, bagaimana akhir dari novel ini. Penulis dengan apik menceritakan detail emosi yang dirasakan, sehingga sedikit-banyak mempengaruhiku, dan bikin lumayan depresi saat membacanya.
Memang, novel ini agak ‘beda’. Maksudnya adalah, tidak ada
awal yang benar-benar awal, dan akhir yang benar-benar akhir. Alur novel ini
lambat, dan sebenarnya tidak ada klimaks, namun kejadian-kejadian’nyaris’ yang
membuat aku geregetan bacanya.
Sebenarnya, aku sedikit berharap ada kemajuan dalam
pengusutan kasus pembunuhan ini... setidaknya orang jahat pantas dipenjaran,
atau dibunuh sama keluarga. Kenyataan ini dibuktikan, dan diketahui oleh orang
banyak. Namun, mungkin bukan itu maksud dari penulisnya. Yang diinginkan oleh
sang penulis adalah kita harus belajar ikhlas, let it go and move on, dan menyimpan memori atau kenangan yang
indah bersama. Yah, hal ini sedikit membuat frustasi karena hingga halaman-halaman
akhir novel ini, tidak diceritakan lagi tentang si pembunuh. Dan ketika
akhirnya si pembunuh muncul, akhirnya cuma itu... that’s it..??! Dalam benakku aku berteriak frustasi, kurang agak
bisa menerima bahwa si pembunuh yang setengah mati menyebalkan itu berakhir
cuman dengan cara itu. Kurang layak menurutku :p.
Banyak hal yang bisa diambil hikmah dari novel ini, cuman
satu yang aku anggap kurang. Cerita ini ditulis dari sudut pandang Susie
Salmon, jadi sedikit imajinatif dan tidak nalar. Makanya ketika ada suatu momen
dimana Susie jatuh ke Bumi dan merasuki tubuh Ruth, teman SMPnya, hanya untuk have sex dengan Ray, cowok yang
ditaksirnya semasa dia masih hidup – Absurd! Terlepas dari itu memang keinginanya
Susie sehingga Susie bisa melepaskan segalanya dan akhirnya pergi dari alam
baka menuju surga, masih tidak masuk akal bagiku bahwa dari semua alasan untuk
Susie jatuh ke Bumi adalah ‘itu’. Rasanya tidak pas sekali dengan keseluruhan
emosi yang sudah dibangun hingga nyaris akhir cerita.
Cerita ini juga telah dibuat film layar lebarnya tahun 2009,
disutradarai oleh Peter Jackson, jadi menurutku juga layak untuk ditonton. Trailernya
bisa dilihat di webnya disini.
"My name is Salmon, like the fish; first name Susie. I was 14 years old when I was murdered on December 6, 1973. I was here for a moment and then I was gone. I wish you all a long and happy life."
Friday, 3 January 2014
Breaking Dusk...
Hmm... mengawali tahun ini, pengen posting tentang fotografi... ^_^
Meniru judul film yang sukses banget Twilight : Breaking Dawn... Edisi ini mengambil judul "Breaking Dusk" karena menampilkan foto tentang senja yang aku ambil kemarin dari teras kamar kos.. Hehehe...
Masih menggunakan kamera Fuji EXR 600... *karena yang keambil kamera ini :p * , aku mengambil beberapa shot dengan memakai modus EXR... Senjanya kebetulan baguuuuus banget, tapi tetep aja, menyaksikan langsung lebih mantap daripada lewat foto... Walopun udah pake modus EXR, warna yang tertangkap kurang seindah warna aslinya... Well, tetep keren kok.. Hahahahaha *memuji diri sendiri :p*
Here's the pic spam.... ^__^
3 foto terakhir sengaja fotonya sama, karena pengen ngebandingin modus EXR nya.. :3
Beautiful sunset...
Subscribe to:
Posts (Atom)